PENDIDIKAN KARAKTER
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran
Dosen
Pengampu : Ervawi, M.Pd
Disusun oleh :
Vera Yulita (150141548)
SEMESTER II/E
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH BANGKA BELITUNG
PROGRAM STUDI PGSD
TAHUN AJARAN 2016
PROGRAM STUDI PGSD
TAHUN AJARAN 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Pendidikan Karakter ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Penulis
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan dan
pengetahuan kita terhadap pendidikan yang harus memiliki karakter agar tidak
terkikis di era modernisasi ini.
Semoga
makalah ini dapat dipahami oleh pembaca. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila
terjadi kesalahan yang kurang berkenan. Serta penulis menerima kritik dan saran
yang membangun demi kebaikan demi perbaikan ke arah yang lebih baik.
Bangka Tengah, 28 April 2016
Hormat
penulis
Penulis
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN
B. SARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai
sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia
tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan
UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 yang menyebutkan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Berdasarkan fungsi dan
tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk
di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan
tersebut.
Hal tersebut berkaitan dengan
pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral,
sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di
Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil
dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft
skill daripada hard skill. Hal
ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting
untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali
dalam penguasaan soft skill. Untuk
itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya pendidikan
karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri.
B. Identifikasi Masalah
1.
Apa pengertian pendidikan karakter ?
3.
Bagaimanakah cara
mengimplementasikan pendidikan karakter
bangsa terintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran?
5.
Bagaimana memahami pendidikan karakter ?
6.
Apa saja nilai-nilai dalam pembentukan karakter ?
7.
Apa fungsi dan tujuan karakter bangsa ?
8.
Seberapa pentingkah pendidikan karakter dalam kurikulum ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan pengertian dari pendidikan karakter.
2.
Mengembangkan
pendidikan karakter bangsa
dengan mengkritisi implementasi pendidikan
karakter bangsa dalam keterpaduan pembelajaran.
4.
Menjelaskan
penerapan pendidikan karakter
bangsa dalam keterpaduan pembelajaran.
5.
Menjelaskan bagaimana memahami pendidikan karakter.
6.
Menjelaskan nilai-nilai pembentuk karakter.
7.
Menjelaskan fungsi dan tujuan karakter bangsa.
8.
Menjelaskan pentingnya pendidikan karakter dalam kurikulum.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut beberapa
ahli pengertian pendidikan karakter adalah sebagai berikut.
1.
Samsuri (www.staff.uny.ac.id) menyatakan bahwa
terminologi “karakter” sedikitnya memuat dua hal: value (nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan
cerminan dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. Sebagai aspek
kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari
seseorang: mentalitas, sikap, dan perilaku.
2.
Suyanto (www.mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html)
menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi
ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa, maupun Negara. Individu yang berkarakter baik
adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan
tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
3.
Syaiful Anam (www.slideshare.net/gusipung/pendidikan-karakter)
menu-kil beberapa pendapat pakar tentang makna karakter: menurut Simon Philips,
karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu system, yang
melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
Sedangkan Doni Koesma
A. memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap
sebagai ciri, karakteristik, gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang
bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
4.
Doni Koesoema A.Ed,
Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-anak
muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, [1]
melainkan juga
membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya sendiri,
yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial
kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi.[2]
Jadi, dapat disimpulkan
pengertian pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil.
B. Rasionalisasi Keterpaduan
Pendidikan ke arah terbentuknya karakter bangsa
para siswa merupakan tanggungjawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya
pun harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa
mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa hanya ditimpahkan pada guru
mata pelajaran tertentu, semisal guru PKn
atau guru pendidikan agama.
Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan Pendidikan Karakter
bangsa adalah para guru yang relevan dengan Pendidikan Karakter bangsa.
Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan
yang berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan memiliki makna apapun bila
seorang guru PKN
mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara
demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang guru pendidikan agama
dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan
memberikan contoh perilaku para Nabi dan sahabat,sementara guru lain hanya
mengatakan asal-asalan dalam menjawab. Sesungguhnya setiap guru yang mengajar
haruslah sesuai dengan tujuan utuh pendidikan. [3]
Tujuan utuh
pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam Kompetensi
Dasar (KD). Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan
menghafal saja sudah tidak dapat dipertahankan lagi para guru harus dapat
membuka diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua
kualitas manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan hafalan tertentu. Oleh
karena itu, menurut (Hasan, 2000) pemaksaan suatu pengembangan tujuan didalam
kompetensi dasar tidak dapat dipertahankan lagi bila hanya mengacu pada hafalan
semata. Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran
dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Menurut (Joni, 1996) mengatakan
Dampak langsung pengajaran dinamakan dampak instruksional (instrucional
effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam
berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut
dampak pengiring (nurturant effects) Berikut ini penulis berikan sebuah contoh
pembelajaran utuh yang disiapkan seorang guru melalui RPP yang berkarakter.
RPP
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Tema : Lingkungan
Anak Tema : Melakukan sesuatu berdasarkan penjelasan yang
disampaikan secara lisan
- Mengomentari
tokoh-tokoh cerita anak yang disampaikan secara lisan
- Menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan
menggunakan kalimat yang runtut dan
mudah dipahami
Kelas/Semester : IV/1
Waktu : 2 X 35 menit
Dampak Instruksional [4]
Melalui pengamatan, tanya jawab, latihan, dan penjelasan
guru tentang"membuat surat sederhana kepada seorang teman" para siswa
diharapkan dapat:
- Siswa dapat menjelaskan petunjuk membuat alat pengukur
debu
- Siswa dapat membuat pertanyaan tentang cara menggunakan
- Siswa dapat menyebutkan nama dan sifat tokoh dalam
cerita binatang
- Siswa dapat memberikan tanggapan dan alasan tentang
tokoh cerita binatang
- Siswa dapat menceritakan peristiwa alam melalui
pengamatan gambar
Dampak Pengiring
Setelah selesai mengikuti pembelajaran ini, siswa
diharapkan secara berangsur-angsur dapat mengembangkan karakter
Disiplin ( Discipline )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Ketelitian ( carefulness)
Kerja sama ( Cooperation )
Toleransi ( Tolerance )
Percaya diri ( Confidence )
Keberanian ( Bravery )
Dari contoh di atas dapat disimak bahwa tujuan utuh
dari pengalaman belajar harus dapat menampilkan dampak instruksional dan dampak
pengiring. Dampak pengiring adalah Pendidikan
Karakter bangsa yang harus dikembangkan, tidak dapat dicapai secara
langsung, baru dapat tercapai setelah beberapa kegiatan belajar berlangsung.
Dalam penilaian hasil belajar, semua guru akan dan seharusnya mengukur
kemampuan siswa dalam semua ranah (Waridjan, 1991). [5]
Dengan
penilaian seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya,
dalam menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor). Seorang siswa
yang menempuh ujian Matematika
secara tertulis, sebenarnya siswa tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu
kemampuan mengerjakan soal-soal Matematika.
Juga dinilai kemampuan Pendidikan
Karakter bangsanya yaitu kemampuan melakukan kejujuran dengan tidak
menyontek dan bertanya kepada teman dan hal ini disikapi karena
perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia dinilai kemampuan
gerak-geriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian dengan tulisan yang
teratur, rapi, dan mudah dibaca (Waridjan, 1991). Selain penilaian dilakukan
terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru
memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja
tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran
tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan,
selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa
itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan
yang jelas dan rapi.
Oleh karena
itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan pengajaran
yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap rencana
pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak
instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai
kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah, tanpa
ragu, dan dapat dipertangungjawabkan. Berdasarkan pada pemikiran-pemikiran dan
prinsip-prinsip tersebut maka dapat dimengerti bahwa Pendidikan Karakter bangsa menghendaki keterpaduan dalam
pembelajarannya dengan semua mata pelajaran.[6]
Pendidikan Karakter
bangsa diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, dengan demikian akan
menghindarkan adanya "mata pelajaran baru, alat kepentingan politik, dan
pelajaran hafalan yang membosankan".[7]
C. Bentuk-Bentuk Pembelajaran Terpadu Yang Berkarakter
Menurut Cohen dalam Degeng (1989), terdapat tiga
kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang
dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu
(integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran
terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu
adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu
tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas
antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari
terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu
untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat
mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang
terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu
atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core/center of
interst). Lebih lanjut, model-model
pembelajaran inovatif dan terpadu yang mungkin dapat diadaptasi, seperti yang
ditulis oleh Trianto, 2009, dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik adalah sebagai berikut.
1.
Fragmentasi
Dalam
model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan
suatu kawasan dari suatu mata pelajaran.
2.
Koneks
Dalam
model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi
mata pelajaran dihubungkan secara tegas.[8]
3.
Sarang
Dalam
model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan
keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
4.
Rangkaian/Urutan
Dalam
model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan
yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan
konsep-konsep yang berbeda.
5.
Patunga
Dalam
model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang
konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
6.
Jala-jala
Dalam
model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum.
Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
7.
Untaian Simpu
Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin
keterampilan
berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan
keterampilan belajar melalui
variasi disiplin.
8.
Integrasi
Dalam model ini, pendekatan
interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam
topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi riil.
9.
Peleburan
Dalam model ini, suatu disiplin
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pebelajar menjaring
semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya. [9]
10. Jaringan
Dalam model ini, pelajar menjaring
semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan
internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan
lapangan.[10]
D. Pendidikan Karakter Bangsa dalam Keterpaduan Pembelajaran
Pendidikan karakter bangsa dalam keterpaduan
pembelajaran dengan semua mata pelajaran sasaran integrasinya adalah materi
pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar para siswa.
Konsekuensi dari pembelajaran terpadu, maka modus belajar para siswa harus
bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing siswa Variasi belajar itu dapat
berupa membaca bahan rujukan, melakukan pengamatan, melakukan percobaan,
mewawancarai nara sumber, dan sebagainya dengan cara kelompok maupun
individual. Terselenggaranya variasi modus belajar para siswa perlu ditunjang
oleh variasi modus penyampaian pelajaran oleh para guru. Kebiasaan penyampaian
pelajaran secara eksklusif dan pendekatan ekspositorik hendaknya dikembangkan
kepada pendekatan yang lebih beragam seperti diskoveri dan inkuiri. Kegiatan
penyampaian informasi, pemantapan konsep, pengungkapan pengalaman para siswa
melalui monolog oleh guru perlu diganti dengan modus penyampaian yang ditandai
oleh pelibatan aktif para siswa baik secara intelektual (bermakna) maupun
secara emosional (dihayati kemanfaatannya) sehingga lebih responsif terhadap
upaya mewujudkan tujuan utuh pendidikan. Dengan bekal varisai modus
pembelajaran tersebut, maka skenario pembelajaran yang di dalamnya terkait Pendidikan Karakter bangsa seperti
contoh berikut ini dapat dilaksanakan lebih bermakna.
Penempatan Pendidikan
Karakter bangsa diintegrasikan dengan semua mata pelajaran tidak berarti
tidak memiliki konsekuensi. [11]
Oleh
karena itu, perlu ada komitmen untuk disepakati dan disikapi dengan saksama
sebagai kosekuensi logisnya. Komitmen
tersebut antara lain sebagai berikut. Pendidikan
Karakter bangsa (sebagai bagian dari kurikulum) yang terintegrasikan
dalam semua mata pelajaran, dalam proses pengembangannya haruslah mencakupi
tiga dimensi yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen, dan
kurikulum sebagai proses (Hasan, 2000) terhadap semua mata pelajaran yang
dimuati Pendidikan Karakter
bangsa. Lebih lanjut, Hasan (2000) mengurai bahwa pengembangan ide berkenaan
dengan folisifi kurikulum, model kurikulum,
pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau model evaluasi. Pengembangan
dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan jenis dokumen yang
akan dihasilkan, bentuk/format Silabus,
dan komponen kurikulum
yang harus dikembangkan. Sementara itu, pengembangan proses berkenaan dengan
pengembangan pada tataran empirik seperti RPP, proses belajar di kelas, dan
evaluasi yang sesuai. Agar pengembangan proses ini merupakan kelanjutan dari
pengembangan ide dan dokumen haruslah didahului oleh sebuah proses sosialisasi
oleh orang-orang yang terlibat dalam kedua proses, atau paling tidak pada
proses pengembangan kurikulum sebagai dokumen. Dalam pembelajaran terpadu agar
pembelajaran efektif dan berjalan sesuai harapan ada persyaratan yang harus
dimiliki yaitu (a) kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi
pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang harus dikerjakan para
siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan koseptual intra atau antarmata
bidang studi dan (b) penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang
perlu dikaitkan (Joni, 1996).
Berkaitan dengan Pendidikan Karakter bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu
dengan semua mata pelajaran arahan pengait yang dimaksudkan dapat berupa
pertanyaan yang harus dijawab atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para
siswa yang mengarah kepada perkembangan Pendidikan
Karakter bangsa dan pengembangan kualitas kemanusiaan.[12]
E. Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter
tidak akan efektif.
Dengan
pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan,
seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal
penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan
lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk
tantangan untuk berhasil secara akademi.
Terdapat
Sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu :
ü Karakter cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya.
ü Kemandirian dan tanggung jawab.
ü Kejujuran/amanah,diplomatis.
ü Hormat dan santun.
ü Dermawan, suka tolong menolong dan
gotong royong/kerja sama.
ü Percaya diri dan pekerja keras.
ü Kepemimpinan dan keadilan.
ü Baik dan rendah hati.
ü Karakter toleransi, kedamaian, dan
kesatuan.
Kesembilan
pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik
menggunakan metode knowing the good,
feeling the good, dan action the good.
Knowing the good bisa mudah diajarkan
sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan
menjadi engine yang bisa membuat
orang senantiasa mau berbuat suatu kebaikan. [13]
Sehingga tumbuh kesadaran bahwa,
orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku
kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka action the good itu berubah menjadi kebiasaan.
Dasar
pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang
biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia
ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang
dewasa sudah terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau
akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai
dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan
karakter anak.
Namun bagi
sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di
atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orangtua yang terjebak pada rutinitas
yng padat. Karena itu, seyogianya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat
anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutamasejak play group dan taman
kanak-kanak. Disinilah peran guru,yang dalam filosofi jawa disebut “digugu dan
ditiru”, dipertaruhkan karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang
berhadapan langsung dengan peserta didik.[14]
F. Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Satuan
pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan
melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan
pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada
satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18
nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud
antara lain takwa, bersih, rapi, nyaman dan santun.[15]
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah
teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan
tujuan pendidikan nasional, yaitu:
1. Agama: masyarakat Indonesia adalah
masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan
bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis,
kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama.
Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter
bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia
ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang
disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan
lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur
kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan
budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan,
dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak
ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari leh nilai-nilai budaya
yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam
pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota
masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat
mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. [16]
4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus
dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkanlah berbagai satuan
pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat
berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh
karena itu, merupakan sumber yang paling pokok dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi
sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini
NILAI
|
DESKRIPSI
|
1.
Religius
|
Sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
Toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
|
2.
Jujur
|
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai rang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
|
3.
Toleransi
|
Sikap
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap,
dan tindakan rang lain yang berbeda dari dirinya.
|
4.
Disiplin
|
Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
|
5.
Kerja Keras
|
Perilaku
yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. [17]
|
6.
Kreatif
|
Berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
|
7.
Mandiri
|
Sikap
dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada rang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
|
8.
Demokratis
|
Cara
berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan rang lain.
|
9.
Rasa Ingin Tahu
|
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas
dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
|
10. 10.Semangat Kebangsaan
|
Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
|
11. CintaTanah
Air
|
Cara
berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
|
12.12.Menghargai
Prestasi
|
Sikap
dan tindakan yang mendrng dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan rang lain.
|
13.13.Bersahabat/ Komunikatif
|
Tindakan
yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan
orang lain.
|
14.
Cinta Damai
|
Sikap,
perkataan, dan tindakan yang menyebabkan rang lain merasa senang dan aman
atas kehadiran dirinya.
|
15.GemarMembaca
|
Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya. [18]
|
16.16.Peduli Lingkungan
|
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi.
|
17.
Peduli Sosial
|
Sikap
dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada rang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
|
18.Tanggung-jawab
|
Sikap
dan perilaku seserang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
|
Kemudian dijelaskan
dalam buku panduan Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama,
bahwa sejumlah indicator keberhasilan program pendidikan karakter oleh peserta
didik,diantaranya mencakup :
1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan
remaja.
2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3. Menunjukkan sikap percaya diri.
4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan
yang lebih luas.
5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan
sosial ekonomi dalam lingkup nasional.
6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan
sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif.
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif.
9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah
dalamkehidupan sehari-hari.
10. Mendeskripsikan gejala
alam dan sosial.
11. Memanfaatkan
lingkungan secara bertanggung jawab.
12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara
kesatuan Republik Indonesia.
13. Menghargai karya seni dan budaya nasional.
14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk
berkarya.
15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan
waktu luang dengan baik.
16. Berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan santun.
17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam
pergaulan di masyarakat.
18. Menghargai adanya perbedaan pendapat.
19. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek
sederhana.
20. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana.
21. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti
pendidikan menengah.
G. Fungsi dan Tujuan Karakter Bangsa
Fungsi
pendidikan karakter sangat besar. Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat
Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2010) Menjelaskan tujuan pendidikan
budaya dan karakter bangsa adalah: [21]
1.
Mengembangkan potensi
kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2.
Mengembangkan kebiasaan dan perilaku
peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi
budaya bangsa yang religious.
3.
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan
tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
4.
Mengembangkan kemampuan peserta
didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
5.
Mengembangkan lingkungan kehidupan
sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.
Selanjutnya dijelaskan fungsi pendidikan budaya dan
karakter bangsa adalah:
1.
Pengembangan potensi peserta didik
untuk menjadi pribadi berperilaku baik ini bagi peserta didik yang telah
memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
2.
Perbaikan: memperkuat kiprah
pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta
didik yang lebih bermartabat .
3.
Untuk menyaring budaya bangsa
sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa yang bermartabat.[22]
Dari penjelasan di atas maka dapat di artikan bahwa
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila. Kemudian fungsi pendidikan karakter adalah mengembangkan
potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik,
kemudian memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur dan meningkatkan
peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.[23]
H. Pentingnya Pendidikan Karakter
Pendidikan yang
diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan
dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain
dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu
memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Pendidikan
karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif.
Beberapa kenyataan yang sering kita
jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang
politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau
seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang
tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti
tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif
dan pendidikan karakter.
Ada sebuah kata bijak mengatakan “
ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya
bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah
buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal
nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan
lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka
akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain.
Untuk itu, penting artinya untuk tidak
mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Pendidikan
karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan
nilai-nilai karakterpada anak didik. Ada empat ciri
dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang
pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster : [24]
1.
Pendidikan karakter menekankan
setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma
yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
2.
Adanya koherensi atau membangun rasa
percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang
teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap
kali menghadapi situasi baru.
3.
Adanya otonomi, yaitu anak didik
menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi
pribadinya.
Dengan begitu, anak didik mampu mengambil
keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
4.
Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan
adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan
kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Pendidikan karakter penting
bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan
menjadi dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang
tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan,
kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya.Pendidikan
karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki
kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan
kesuksesan.
Pendidikan karakter hendaknya
dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan
dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar
juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu,
generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari
sistem pendidikan karakter.[25]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan karakter itu sendiri adalah suatu sistim penalaran
nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
karakter memiliki 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan
tujuan pendidikan nasional yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan dan tanggung jawab.
Berdasarkan landasan teori dan pembahasan yang
terurai diatas
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Cukup
beralasan bila Pendidikan Karakter
bangsa dalam pembelajarannya diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran.
Alasan-alasan itu adalah karena meningkatkan akhlak luhur para siswa adalah
tanggung jawab semua guru, semua guru harus menjadi teladan yang berwibawa,
tujuan utuh pendidikan adalah membentuk sosok siswa secara utuh, pencapaian
pendidikan harus mencakupi dampak instruksional dan dampak pengiring.
2. Pendidikan Karakter
bangsa terintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, pengembangannya lebih
memadai pada model kurikulum terpadu dan pembelajaran terpadu dengan menentukan
center core pada mata pelajaran yang akan dibelajarkan.
3. Proses
pengembangan Pendidikan Karakter
bangsa sebagai pembelajaran terpadu harus diproses seperti kuriklum lainya
yaitu sebagai ide, dokumen, dan proses; kejelian profesional dan penguasaan
materi; dukungan pendidikan luar sekolah; arahan spontan dan penguatan segera;
penilaian beragam; difusi, inovasi dan sosialisasi adalah komitmen-komitmen
yang harus diterima dan disikapi dalam pencanangan pembelajaran terpadu Pendidikan Karakter bangsa.
B. SARAN
Dalam menciptakan peserta didik yang
berkarakter, guru dan orang tua harus memiliki rasa saling mendukung, karena
untuk menciptakan siswa yang berkarakter baik dan berbudiman bukan hanya di
lakukan di sekolah namun diawali dari lingkungan keluarga dimana juga perlu adanya diantara lain yaitu:
1. Keterpaduan
Pendidikan Karakter
adalah kegiatan pendidikan. Pendidikan
Karakter diharapkan
menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan berbagai kegiatan
sekolah untuk itu,guru diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya.
2. Lingkungan
sekolah yang positif membantu membangun karakter.
Untuk itu benahi lingkungan sekolah agar menjadi lingkungan yang positif.
3. Guru
harus disiplin lebih dulu siswa pasti akan mengikuti disiplin.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin M
& Barnawi.
2012. Strategi & Kebijakan
Pembelajaran Pendidikan
Karakter.Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Hasan, S. Hamid. 2000. Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD.
Mulyana
E. 2003.
Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rohman, Muhammad. 2012. Kurikulum Berkarakter. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Trianto. 2009. Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher.
[1] Barnawi & M. Arifin, Strategi & Kebijakan Pembelajaran
Pendidika Karakter, ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 20
Remaja Rosdakarya, 2000), hal.45-53
[11] T. Raka Joni,
Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Dirjen Dikti
Bagian Proyek PPGSD,1996), hal.15-17
[15] Barnawi & M. Arifin, Strategi & Kebijakan Pembelajaran Pendidika Karakter, (
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 34-35
[21] Trianto, Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta, Prestasi Pustaka
Publisher,2009),hal.16-20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar