Rabu, 25 Mei 2016

Makalah Pendidikan Karakter



PENDIDIKAN KARAKTER

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran

Dosen Pengampu      : Ervawi, M.Pd


Disusun oleh :

Vera Yulita (150141548)
SEMESTER II/E

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH BANGKA BELITUNG
PROGRAM STUDI PGSD
TAHUN AJARAN 2016






KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan  rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Pendidikan Karakter ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan kita terhadap pendidikan yang harus memiliki karakter agar tidak terkikis di era modernisasi ini.
Semoga makalah ini dapat dipahami oleh pembaca. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terjadi kesalahan yang kurang berkenan. Serta penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi kebaikan demi perbaikan ke arah yang lebih baik.

Bangka Tengah, 28 April 2016
                                                                                       Hormat penulis

         Penulis














DAFTAR ISI



BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 yang menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
 Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam penguasaan soft skill. Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri.

B.       Identifikasi Masalah

1.         Apa pengertian pendidikan karakter ?
2.         Apakah pendidikan karakter bangsa dapat terintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran?
3.         Bagaimanakah cara mengimplementasikan pendidikan karakter bangsa terintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran?
4.         Bagaimanakah proses pengembangan pendidikan karakter bangsa?
5.         Bagaimana memahami pendidikan karakter ?
6.         Apa saja nilai-nilai dalam pembentukan karakter ?
7.         Apa fungsi dan tujuan karakter bangsa ?
8.         Seberapa pentingkah pendidikan karakter dalam kurikulum ?

C.       Tujuan Penulisan

1.         Menjelaskan pengertian dari pendidikan karakter.
2.         Mengembangkan pendidikan karakter bangsa dengan mengkritisi implementasi pendidikan karakter bangsa dalam keterpaduan pembelajaran.
3.         Mengupasan selengkapnya mencakup rasionalisasi keterpaduan, bentuk-bentuk pembelajaran terpadu.
4.         Menjelaskan penerapan pendidikan karakter bangsa dalam keterpaduan pembelajaran.
5.         Menjelaskan bagaimana memahami pendidikan karakter.
6.         Menjelaskan nilai-nilai pembentuk karakter.
7.         Menjelaskan fungsi dan tujuan karakter bangsa.
8.         Menjelaskan pentingnya pendidikan karakter dalam kurikulum.



BAB II

LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN


A.      Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut beberapa ahli pengertian pendidikan karakter adalah sebagai berikut.
1.         Samsuri (www.staff.uny.ac.id) menyatakan bahwa terminologi “karakter” sedikitnya memuat dua hal: value (nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap, dan perilaku.
2.         Suyanto (www.mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html) menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
3.         Syaiful Anam (www.slideshare.net/gusipung/pendidikan-karakter) menu-kil beberapa pendapat pakar tentang makna karakter: menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu system, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
Sedangkan Doni Koesma A. memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, karakteristik, gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
4.         Doni Koesoema A.Ed, Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, [1]
melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi.[2]

Jadi, dapat disimpulkan pengertian pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

B.       Rasionalisasi Keterpaduan

Pendidikan ke arah terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggungjawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu, semisal guru PKn atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan Pendidikan Karakter bangsa adalah para guru yang relevan dengan Pendidikan Karakter bangsa. Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan memiliki makna apapun bila seorang guru PKN mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan memberikan contoh perilaku para Nabi dan sahabat,sementara guru lain hanya mengatakan asal-asalan dalam menjawab. Sesungguhnya setiap guru yang mengajar haruslah sesuai dengan tujuan utuh pendidikan. [3]
 Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam Kompetensi Dasar (KD). Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghafal saja sudah tidak dapat dipertahankan lagi para guru harus dapat membuka diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan hafalan tertentu. Oleh karena itu, menurut (Hasan, 2000) pemaksaan suatu pengembangan tujuan didalam kompetensi dasar tidak dapat dipertahankan lagi bila hanya mengacu pada hafalan semata. Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Menurut (Joni, 1996) mengatakan Dampak langsung pengajaran dinamakan dampak instruksional (instrucional effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring (nurturant effects) Berikut ini penulis berikan sebuah contoh pembelajaran utuh yang disiapkan seorang guru melalui RPP yang berkarakter.
RPP
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Tema : Lingkungan
Anak Tema : Melakukan sesuatu berdasarkan penjelasan yang disampaikan secara lisan
-  Mengomentari tokoh-tokoh cerita anak yang disampaikan secara lisan
- Menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan kalimat yang runtut dan  mudah dipahami
Kelas/Semester : IV/1
Waktu : 2 X 35 menit
Dampak Instruksional [4]


Melalui pengamatan, tanya jawab, latihan, dan penjelasan guru tentang"membuat surat sederhana kepada seorang teman" para siswa diharapkan dapat:
- Siswa dapat menjelaskan petunjuk membuat alat pengukur debu
- Siswa dapat membuat pertanyaan tentang cara menggunakan
- Siswa dapat menyebutkan nama dan sifat tokoh dalam cerita binatang
- Siswa dapat memberikan tanggapan dan alasan tentang tokoh cerita binatang
- Siswa dapat menceritakan peristiwa alam melalui pengamatan gambar
Dampak Pengiring
Setelah selesai mengikuti pembelajaran ini, siswa diharapkan secara berangsur-angsur dapat mengembangkan karakter
Disiplin ( Discipline )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Ketelitian ( carefulness)
Kerja sama ( Cooperation )
Toleransi ( Tolerance )
Percaya diri ( Confidence )
Keberanian ( Bravery )

Dari contoh di atas dapat disimak bahwa tujuan utuh dari pengalaman belajar harus dapat menampilkan dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak pengiring adalah Pendidikan Karakter bangsa yang harus dikembangkan, tidak dapat dicapai secara langsung, baru dapat tercapai setelah beberapa kegiatan belajar berlangsung. Dalam penilaian hasil belajar, semua guru akan dan seharusnya mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah (Waridjan, 1991). [5]

Dengan penilaian seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya, dalam menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor). Seorang siswa yang menempuh ujian Matematika secara tertulis, sebenarnya siswa tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal Matematika. Juga dinilai kemampuan Pendidikan Karakter bangsanya yaitu kemampuan melakukan kejujuran dengan tidak menyontek dan bertanya kepada teman dan hal ini disikapi karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia dinilai kemampuan gerak-geriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian dengan tulisan yang teratur, rapi, dan mudah dibaca (Waridjan, 1991). Selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan, selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi.
 Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat dipertangungjawabkan. Berdasarkan pada pemikiran-pemikiran dan prinsip-prinsip tersebut maka dapat dimengerti bahwa Pendidikan Karakter bangsa menghendaki keterpaduan dalam pembelajarannya dengan semua mata pelajaran.[6]
Pendidikan Karakter bangsa diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, dengan demikian akan menghindarkan adanya "mata pelajaran baru, alat kepentingan politik, dan pelajaran hafalan yang membosankan".[7]

C.       Bentuk-Bentuk Pembelajaran Terpadu Yang Berkarakter

Menurut Cohen dalam Degeng (1989), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core/center of interst).  Lebih lanjut, model-model pembelajaran inovatif dan terpadu yang mungkin dapat diadaptasi, seperti yang ditulis oleh Trianto, 2009, dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik adalah sebagai berikut.
1.         Fragmentasi
Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan suatu kawasan dari suatu mata pelajaran.
2.         Koneks
Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas.[8]

3.         Sarang
Dalam model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
4.         Rangkaian/Urutan
Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda.
5.         Patunga
Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
6.         Jala-jala
Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
7.         Untaian Simpu
Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan
berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui
variasi disiplin.
8.         Integrasi
Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi riil.
9.         Peleburan
Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pebelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya. [9]



10.     Jaringan
Dalam model ini, pelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan.[10]

D.      Pendidikan Karakter Bangsa dalam Keterpaduan Pembelajaran

Pendidikan karakter bangsa dalam keterpaduan pembelajaran dengan semua mata pelajaran sasaran integrasinya adalah materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar para siswa. Konsekuensi dari pembelajaran terpadu, maka modus belajar para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing siswa Variasi belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melakukan pengamatan, melakukan percobaan, mewawancarai nara sumber, dan sebagainya dengan cara kelompok maupun individual. Terselenggaranya variasi modus belajar para siswa perlu ditunjang oleh variasi modus penyampaian pelajaran oleh para guru. Kebiasaan penyampaian pelajaran secara eksklusif dan pendekatan ekspositorik hendaknya dikembangkan kepada pendekatan yang lebih beragam seperti diskoveri dan inkuiri. Kegiatan penyampaian informasi, pemantapan konsep, pengungkapan pengalaman para siswa melalui monolog oleh guru perlu diganti dengan modus penyampaian yang ditandai oleh pelibatan aktif para siswa baik secara intelektual (bermakna) maupun secara emosional (dihayati kemanfaatannya) sehingga lebih responsif terhadap upaya mewujudkan tujuan utuh pendidikan. Dengan bekal varisai modus pembelajaran tersebut, maka skenario pembelajaran yang di dalamnya terkait Pendidikan Karakter bangsa seperti contoh berikut ini dapat dilaksanakan lebih bermakna.
Penempatan Pendidikan Karakter bangsa diintegrasikan dengan semua mata pelajaran tidak berarti tidak memiliki konsekuensi. [11]
Oleh karena itu, perlu ada komitmen untuk disepakati dan disikapi dengan saksama sebagai kosekuensi logisnya. Komitmen tersebut antara lain sebagai berikut. Pendidikan Karakter bangsa (sebagai bagian dari kurikulum) yang terintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dalam proses pengembangannya haruslah mencakupi tiga dimensi yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses (Hasan, 2000) terhadap semua mata pelajaran yang dimuati Pendidikan Karakter bangsa. Lebih lanjut, Hasan (2000) mengurai bahwa pengembangan ide berkenaan dengan folisifi kurikulum, model kurikulum, pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau model evaluasi. Pengembangan dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format Silabus, dan komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Sementara itu, pengembangan proses berkenaan dengan pengembangan pada tataran empirik seperti RPP, proses belajar di kelas, dan evaluasi yang sesuai. Agar pengembangan proses ini merupakan kelanjutan dari pengembangan ide dan dokumen haruslah didahului oleh sebuah proses sosialisasi oleh orang-orang yang terlibat dalam kedua proses, atau paling tidak pada proses pengembangan kurikulum sebagai dokumen. Dalam pembelajaran terpadu agar pembelajaran efektif dan berjalan sesuai harapan ada persyaratan yang harus dimiliki yaitu (a) kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang harus dikerjakan para siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan koseptual intra atau antarmata bidang studi dan (b) penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan (Joni, 1996).
Berkaitan dengan Pendidikan Karakter bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu dengan semua mata pelajaran arahan pengait yang dimaksudkan dapat berupa pertanyaan yang harus dijawab atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang mengarah kepada perkembangan Pendidikan Karakter bangsa dan pengembangan kualitas kemanusiaan.[12]

E.       Memahami Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademi.
Terdapat Sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu :
ü  Karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya.
ü  Kemandirian dan tanggung  jawab.
ü  Kejujuran/amanah,diplomatis.
ü  Hormat dan santun.
ü  Dermawan, suka tolong menolong dan gotong royong/kerja sama.
ü  Percaya diri dan pekerja keras.
ü  Kepemimpinan dan keadilan.
ü  Baik dan rendah hati.
ü  Karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan action the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat suatu kebaikan. [13]
Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka action the good itu berubah menjadi kebiasaan.
Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orangtua yang terjebak pada rutinitas yng padat. Karena itu, seyogianya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutamasejak play group dan taman kanak-kanak. Disinilah peran guru,yang dalam filosofi jawa disebut “digugu dan ditiru”, dipertaruhkan karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.[14]
                  

F.        Nilai-nilai Pembentuk Karakter

Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapi, nyaman dan santun.[15]
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
1.    Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2.    Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3.    Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari leh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. [16]

4.    Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkanlah berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, merupakan sumber yang paling pokok dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini
NILAI
DESKRIPSI
1.  Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, Toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.  Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai rang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.  Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan rang lain yang berbeda dari dirinya.
4.  Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.  Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. [17]
6.  Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.  Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada rang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.  Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan rang lain.
9.  Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. 10.Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. CintaTanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12.12.Menghargai   Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendrng dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan rang lain.
13.13.Bersahabat/ Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14.  Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan rang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15.GemarMembaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. [18]
16.16.Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.  Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada rang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18.Tanggung-jawab
Sikap dan perilaku seserang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian dijelaskan dalam buku panduan Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, bahwa sejumlah indicator keberhasilan program pendidikan karakter oleh peserta didik,diantaranya mencakup :
1.      Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja.
2.      Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3.      Menunjukkan sikap percaya diri.
4.      Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.      
5.      Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.
6.      Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif.
7.      Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. 
8.      Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi  yang dimilikinya.[19]          
9.      Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalamkehidupan sehari-hari.
10.   Mendeskripsikan gejala alam dan sosial.
11.   Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
12.  Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia.
13.  Menghargai karya seni dan budaya nasional.
14.  Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
15.  Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik.
16.   Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.
17.  Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.
18.  Menghargai adanya perbedaan pendapat.
19.  Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana.
20.  Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana.
21.  Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah.
22.  Memiliki jiwa kewirausahaan.[20]

G.      Fungsi dan Tujuan Karakter Bangsa

Fungsi pendidikan karakter sangat besar. Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2010) Menjelaskan tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah: [21]
1.    Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2.    Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious.
3.    Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
4.      Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
5.      Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.
Selanjutnya dijelaskan fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1.      Pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
2.      Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat .
3.      Untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.[22]

Dari penjelasan di atas maka dapat di artikan bahwa Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Kemudian fungsi pendidikan karakter adalah mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik, kemudian memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.[23]

H.      Pentingnya Pendidikan Karakter

Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif.
Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakterpada anak didik. Ada empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster : [24]
1.      Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
2.      Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
3.      Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya.
Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
4.      Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.[25]



BAB III

PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Pendidikan karakter itu sendiri adalah suatu sistim penalaran nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter memiliki 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan dan tanggung jawab.
Berdasarkan landasan teori dan pembahasan yang terurai diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Cukup beralasan bila Pendidikan Karakter bangsa dalam pembelajarannya diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Alasan-alasan itu adalah karena meningkatkan akhlak luhur para siswa adalah tanggung jawab semua guru, semua guru harus menjadi teladan yang berwibawa, tujuan utuh pendidikan adalah membentuk sosok siswa secara utuh, pencapaian pendidikan harus mencakupi dampak instruksional dan dampak pengiring.
2.      Pendidikan Karakter bangsa terintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, pengembangannya lebih memadai pada model kurikulum terpadu dan pembelajaran terpadu dengan menentukan center core pada mata pelajaran yang akan dibelajarkan.
3.      Proses pengembangan Pendidikan Karakter bangsa sebagai pembelajaran terpadu harus diproses seperti kuriklum lainya yaitu sebagai ide, dokumen, dan proses; kejelian profesional dan penguasaan materi; dukungan pendidikan luar sekolah; arahan spontan dan penguatan segera; penilaian beragam; difusi, inovasi dan sosialisasi adalah komitmen-komitmen yang harus diterima dan disikapi dalam pencanangan pembelajaran terpadu Pendidikan Karakter bangsa.

B.       SARAN

Dalam menciptakan peserta didik yang berkarakter, guru dan orang tua harus memiliki rasa saling mendukung, karena untuk menciptakan siswa yang berkarakter baik dan berbudiman bukan hanya di lakukan di sekolah namun diawali dari lingkungan keluarga dimana juga perlu adanya diantara lain yaitu:
1.    Keterpaduan Pendidikan Karakter adalah kegiatan pendidikan. Pendidikan Karakter diharapkan menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan berbagai kegiatan sekolah untuk itu,guru diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya.
2.    Lingkungan sekolah yang positif membantu membangun karakter. Untuk itu benahi lingkungan sekolah agar menjadi lingkungan yang positif.
3.    Guru harus disiplin lebih dulu siswa pasti akan mengikuti disiplin.


















DAFTAR PUSTAKA


Arifin M & Barnawi. 2012. Strategi & Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hasan, S. Hamid. 2000. Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD.
Mulyana E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rohman, Muhammad. 2012. Kurikulum Berkarakter. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Trianto. 2009. Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.



[1] Barnawi & M. Arifin, Strategi & Kebijakan Pembelajaran Pendidika Karakter, ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 20
[2]  Ibid.., hal.3
[3]  S. Hamid Hasan. Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000), hal.45-53
[4] Ibid..,hal.4
[5] Ibid..,hal.5
[6] Ibid..,hal.6
[7] Ibid..,hal.7
[8] E.Mulyana,Kurikulum Berbasis Kompetensi,(Bandung: Remaja Rosdakarya.,2003), hal.50
[9] Op.Cit, E. Mulyana.., hal.51-52
[10] Ibid..,hal. 9
[11]  T. Raka Joni, Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD,1996), hal.15-17
[12] Ibid..,hal. 10
[13] Muhammad Rohman, Kurikulum Berkarakter,( Jakarta: Prestasi Pustaka,2012),hal.21-22
[14] Ibid..,hal. 12
[15]   Barnawi & M. Arifin, Strategi & Kebijakan Pembelajaran Pendidika Karakter, ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 34-35
[16] Ibid..,hal.13
[17] Ibid..,hal.14
[18] Ibid..,hal.15
[19] Ibid..,hal.16
[20] Ibid..,hal.17
[21]  Trianto, Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher,2009),hal.16-20
[22] Ibid..,hal.18
[23] Ibid..,hal.19
[24] Muhammad Rohman, Kurikulum Berkarakter. (Jakarta: Prestasi Pustaka,2012), hal.10-12
[25] Ibid..,hal.21                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar